Buletin At-Tauhid edisi 2 Tahun XI
Pembaca yang dirahmati Allah. Thoharoh (bersuci) adalah salah satu ibadah yang Allah perintahkan kepada kita semua. Ibadah ini sangat penting karena menjadi syarat keabsahan ibadah shalat kita. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Shalat tidak diterima (tidak sah-pen) tanpa bersuci terlebih dahulu” (HR. Muslim).
Definisi Thoharoh
Secara istilah syariat, thoharoh adalah menghilangkan hadats dan najis dengan sarana tertentu dan dengan tata cara tertentu. Thoharoh hukumnya wajib.
Wudhu
Wudhu hukumnya wajib bagi setiap orang yang berhadats kecil yang hendak mengerjakan shalat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kalian hendak mengerjakan shalat maka basuhlah wajah kalian, tangan kalian sampai siku-siku, usaplah kepala kalian dan basuhlah kaki kalian sampai mata kaki” (QS. Al Maidah : 6).
Wudhu adalah syarat sah dan diterimanya shalat kita. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Allah tidak menerima shalat seseorang di antara kalian (yang dikerjakan-pen) dalam kondisi berhadats sehingga ia berwudhu (terlebih dahulu-pen)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berikut ringkasan tata cara wudhu yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam :
[1] Berniat di dalam hati untuk menghilangkan hadats kecil. Niat tidak perlu diucapkan dengan lisan karena inilah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
[2] Membaca bismillah.
[3] Membasuh telapak tangan sebanyak 3 kali.
[4] Berkumur-kumur, ber-istinsyaq (menghirup air lewat hidung) dan ber-istintsar (mengeluarkan air lewat hidung) sebanyak 3 kali dengan 3 caukan air.
[5] Membasuh wajah sebanyak 3 kali. Bagian yang disebut wajah yaitu dari tempat normal tumbuhnya rambut sampai dagu dan dari telinga kanan ke telinga kiri.
[6] Membasuh kedua tangan sampai siku-sikunya. Caranya yaitu membasuh tangan kanan sampai siku-sikunya sebanyak 3 kali terlebih dahulu, baru membasuh tangan kiri sampai siku-sikunya sebanyak 3 kali.
[7] Mengusap kepala sebanyak 1 kali. Caranya yaitu membasahi kedua telapak tangan, lalu diletakkan di ujung kepala. Kemudian, kedua telapak tangan digerakkan ke belakang sampai tengkuk. Setelah itu, kedua telapak tangan digerakkan ke ujung kepala.
[8] Mengusap kedua telinga sebanyak 1 kali. Caranya, selesai mengusap kepala, jari telunjuk kanan dimasukkan di lubang telinga kanan dan jari telunjuk kiri di lubang telinga kiri. Lalu, ibu jari kanan diletakkan di daun telinga kanan bagian luar dan ibu jari telinga kiri diletakkan di daun telinga kiri bagian luar kemudian masing-masing ibu jari diputar untuk mengusap bagian luar telinga.
[9] Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki (termasuk tumit-pen) sebanyak 3 kali. Caranya yaitu dengan membasuh kaki kanan sampai mata kaki terlebih dahulu kemudian kaki kiri sampai mata kaki.
[10] Membaca doa setelah berwudhu : Asyhadu allā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīkalah wa asyhadu anna muḥammadan ‘abduhu rasūluh. Allāhummaj’alnī minattawwābīna waj’alnī minal mutathahhirīn (Saya bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang membersihkan diri).
Catatan :
[1] Dibolehkan untuk membasuh anggota-anggota wudhu sebanyak 1 kali basuhan atau 2 kali basuhan dikarenakan terdapat hadits shahih yang menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah melakukannya.
[2] Dibolehkan mengusap bidai dan perban yang menutupi anggota wudhu yang terluka sebagai ganti dari membasuhnya. Hal ini berlaku ketika luka belum sembuh. Jika luka sudah sembuh maka harus dibasuh.
[3] Disyariatkan mengusap khuf (sejenis sepatu yang menutupi mata kaki-pen) dan kaos kaki sebagai ganti dari membasuh kaki. Syarat mengusap khuf dan kaos kaki yaitu (1) Dipakai dalam kondisi suci. (2) Khuf dan kaos kaki harus suci. (3) Mengusap khuf dan kaos kaki karena hadats kecil saja. (4) Masa tenggang mengusap yaitu 24 jam bagi yang mukim dan 3 x 24 jam bagi yang musafir.
[4] Jika dijumpai air yang hanya cukup untuk membasuh sebagian anggota wudhu maka gunakan air tersebut untuk wudhu. Dan anggota tubuh yang tidak terjatah air diganti dengan tayamum.
Mandi besar
Mandi hukumnya wajib bagi orang yang terkena hadats besar. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Jika kalian junub (terkena hadats besar-pen) maka mandilah” (QS. Al Maidah : 6).
Berikut ringkasan tata cara mandi yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam :
[1] Berniat di dalam hati untuk menghilangkan hadats besar. Niat tidak perlu diucapkan dengan lisan karena inilah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
[2] Membaca bismillah.
[3] Membasuh telapak tangan sebanyak 3 kali.
[4] Membasuh kemaluan dengan tangan kiri.
[5] Berwudhu secara sempurna seperti wudhu untuk shalat.
[6] Menyela-nyela rambut kepala dengan tangan yang telah dibasahi air sampai kulit kepala basah.
[7] Menuangkan air ke kepala sebanyak 3 kali.
[8] Mengguyur semua anggota tubuh di mulai dari sisi kanan terlebih dahulu
Catatan :
[1] Apabila ada anggota badan yang terluka dan harus ditutup dengan perban maka untuk bagian tubuh tersebut cukup diusap perbannya sebagai ganti dari membasuhnya. Hal ini berlaku ketika luka belum sembuh. Jika luka sudah sembuh maka harus dibasuh.
[2] Jika dijumpai air yang hanya cukup untuk membasuh sebagian anggota mandi maka gunakan air tersebut untuk mandi dan anggota tubuh yang tidak terjatah air diganti dengan tayamum.
Tayamum
Tayamum adalah beribadah kepada Allah dengan mengusapkan debu ke wajah dan telapak tangan ketika seseorang tidak mampu menggunakan air karena tidak ada air atau karena air bisa membahayakan tubuhnya. Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Jika kalian tidak menjumpai air (setelah mencarinya-pen) maka bertayamumlah menggunkan permukaan bumi yang suci, maka usaplah wajah kalian dan telapak tangan kalian” (QS. Al Maidah : 6).
Berikut ringkasan tata cara tayamum yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam :
[1] Berniat di dalam hati untuk menghilangkan hadats kecil atau hadats besar. Niat tidak perlu diucapkan dengan lisan karena inilah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
[2] Membaca bismillah.
[3] Menepukan kedua telapak tangan ke tanah dengan 1 kali tepukan lalu mengusapkannya ke wajah dan kedua telapak tangan 1 kali saja.
Catatan : Sah tayamum dengan semua permukaan bumi baik itu debu, pasir, bebatuan atau bagian yang tersambung dengan bumi semisal tembok. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Bumi dijadikan untukku sebagai masjid (tempat shalat) dan alat untuk bersuci” (HR. Bukhari). Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga pernah bertayamum dengan menggunakan tembok sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Bukhari No 369 dari sahabat Abu Juhaim bin Al Harits Al Anshari.
Membersihkan najis
Najis adalah sesuatu yang dianggap kotor oleh syariat. Seorang muslim wajib membersihkannya apabila najis tersebut mengenai badan, pakaian dan tempat. Yang termasuk najis yaitu tinja manusia, air kencing manusia, wadhi, madhi, darah haid, kotoran hewan yang tidak halal dimakan, air liur anjing, daging babi, bangkai (selain bangkai ikan, belalang, hewan yang memiliki darah yang tidak mengalir).
Istinja
Istinja (cebok) adalah membersihkan sesuatu yang keluar dari kemaluan dan dubur dengan menggunakan air, batu, daun, dan semisalnya yang membersihkan dan dibolehkan secara syariat. Istinja hukumnya wajib.
Berikut ini beberapa adab istinja yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam :
[1] Beristinja dengan tangan kiri.
[2] Menyentuh kemaluan dengan tangan kiri.
[3] Membersihkan tangan setelah beristinja.
[4] Memercikan air ke kemaluan dan pakaian setelah istinja untuk menghilangkan was-was.
[5] Tidak beristinja dengan tulang dan kotoran yang mengering.
[6] Jika beristinja dengan batu atau semisalnya maka disyariatkan minimal dengan 3 batu.
Semoga yang ringkas ini dapat bermanfaat.
Referensi :
[1] Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Muyassarah karya Husain Al ‘Awaisah
[2] Fiqh As Sunnah karya Sayyid Sabiq
[3] Min Al Ahkām Al Fiqhiyyah Fī At Thahārah wa Ash Shalāt wa Al Janāiz karya Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
[4] Shahīh Fiqh As Sunnah karya Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim
[5] Taisīrul ‘Alām Syarh ‘Umdah Al Ahkām karya ‘Abdullah Al Bassām
Penulis : Fitriyansah, S.Si (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muroja’ah : Ustadz Aris Munandar, M.P.I